Sebelum visa kunjungan ke Inggris ditangan

A printout of London's tube map, a private photo of Nilufar (2018)

Sampai akhir pekan lalu di awal September, sebelum aku tahu info penutupan rute penerbangan langsung ke London ini, aku merasa beruntung karena dapat tiket GA ke London PP lumayan murah, 8.6 juta rupiah, setelah dapat cash back 750 ribu rupiah dari Bank Mandiri walau perlu ngantri dari jam 4 pagi di JCC pas GATF 2018 April lalu. Aku nggak mungkin kuat kalau harus berdiri mulai dari jam 10 malam sehari sebelum pembagian gelang hanya untuk dapat cash back 2 juta rupiah. Someday there is even free return airplane ticket to Paris for me, sambil menyemangati diriku sendiri.

"Kenapa harus London, dek? Kota mendung yang kesehariannya diguyur hujan," kata Tante yang sudah menjelajahi banyak tempat di daratan Tiongkok. Hah, benarkah? Hanya gerimis kah yang akan aku dapati? Ngapain ke London kalau cuma liat gerimis dan petir, jauh amat. Mending ke Bogor aja dong kalau gitu? #ngasal

Kenapa London? Aku pun tak tahu dengan pasti alasan mengapa akhirnya pilih tiket ke London. Tokyo, Seoul dan Paris sudah pernah kesana sedangkan Amsterdam lebih baik selama musim semi dan tahun ini sudah lewat kan. Pada awalnya aku pikir dua pekan di Inggris yang diliputi dedaunan menguning dan memerah saat musin gugur itu romantis. Waktu itu sih mikirnya begitu.

Bulan keberangkatan yang aku tunggu sudah semakin dekat, mulailah aku mengurus visa perjalanan ke Britania Raya dan Irlandia Utara. Namun, saat aku akan mengurus visa Inggris tiba-tiba tiket Garuda Airlines yang sudah aku beli jauh-jauh hari, bahkan berbulan-bulan lalu, harus dijadwal ulang karena,

"(E)fektif pada bulan Oktober 2018 tidak lagi melayani penerbangan langsung rute internasional London--Jakarta PP," begitulah cuitan resmi maskapai kebanggaanku Garuda Indonesia. You've got to be kidding me! Jeritku dalam hati dengan perasaan gundah tak terkira. Lah gimana nasibnya aku yang udah beli tiket penerbangan langsung Jakarta--London PP bulan November nanti?

Menurut cuitan resmi maskapai, karena tidak ada lagi penerbangan langsung maka sebelum mendarat di Heathrow Airport disediakanlah "... rute Amsterdam--Jakarta kami atau penerbangan alternatif lainnya." Dengan kata lain harus transit di Belanda.

Tetapi penjadwalan ulang tiket tidak secara otomatis berubah menjadi Jakarta--Amsterdam--London PP. Aku harus beritahu terlebih dahulu ke maskapai bahwa aku terkena dampak penutupan penerbangan langsung tersebut dan perlu dibantu untuk dijadwalkanulang tanpa dikenakan biaya apapun.

Sedikit ribet menjadwal ulang penerbanganku hingga ke London karena tiket yang aku beli melalui Dwidaya Tour bukan langsung ke pihak maskapai. Menurut Garuda Indonesia, pihak yang dapat menjadwal ulang penerbanganku hanya Dwidaya Tour dan tidak bisa pihak Garuda Airlines langsung.

Sayangnya, pihak Dwidaya Tour menurutku kurang informasi mengenai penutupan dan penjadwalan ulang penerbangan langsung Jakarta--London ini. Alhasil saat aku telepon dan minta dijadwal ulang, bagian pelayanan malah mengatakan, "Mau refund atau ke Amsterdam aja?" Mungkin perlu dimaklumi, pernyataan resmi maskapai tersebut baru diungkapkan akhir bulan Agustus sedangkan bulan aku mengajukan visa adalah September.

Untungnya aku sudah dapat informasi dari Garuda Airlines dan menjelaskan semua informasi yang diberikan pihak Garuda Airlines kepadaku akan bagaimana proses penjadwalan ulang kepergianku ke London. Setelah berbagi informasi yang diberikan pihak Garuda Airlines ke Dwidaya Tour melalui email, syukurlah keesokan harinya tiket baru dengan penjadwalan ulang H-1 dari jadwal keberangkatan awal dan H+1 dari jadwal kepulangan awal dikirimkan ke email pribadiku.

Penjadwalan ulang tiket perjalanan selesai dan tentu sudah dapat mulai mempersiapkan pengajuan visa kunjungan wisata ke Britania Raya. Salah satu persyaratannya adalah melampirkan surat keterangan bekerja. Sebelum majikan cabut perjalanan bisnis ke London akhir September, aku siapkan surat keterangan dari biro untuk pengajuan visa ini. Proses pembuatan visa kunjungan wisata ke Inggris menurut blog-blog yang aku baca, bisa saja memakan waktu hampir 21 hari kerja efektif setelah datang melakukan perekaman biometrik dan penyerahan berkas lengkap ke VFS.

Saat sampai ke meja kerja majikan aku baru tahu,

"It's quite cold in November," kata majikan waktu itu sambil tanda tangan surat ijin ngasih liburan ke pekerja lepasan ini dan ngejamin ini bocah balik kerja rodi lagi di Jakarta bulan Desember. Ternyata oh ternyata bulan November sudah masuk awal musim dingin. Nggak taunya, November is like a door to winter and most cool sites end in September. What have I just clicked, God?! Aku baru sadar keputusan tanpa pikir panjangku waktu itu telah aku sesali. Ugh!

Akankah aku menikmati Inggris awal musim dingin ini? Ataukah hamba papa ini hanya bisa meratapi diri karena jelas nggak mungkin terjun skating at that grand 18th-century courtyard of Somerset House in London. Mustahil rakyat jelata dari negeri dua musim, kebanjiran dan kekeringan, ini mengikuti saran "must do things in winter" dari artikel online yang sempat aku baca saat menyusun rencana perjalanan selama di Britania Raya.

Ya sudahlah, gandum semolina udah berubah bentuk jadi pasta jadi tak perlu kusesali keputusanku ini. Lanjut saja mengumpulkan rentetan dokumen yang harus disediakan untuk pengajuan visa.

Setelah surat keterangan asli dalam bahasa Inggris yang dicetak pada kop surat biro, ditanda tangan majikan dan dicap basah sudah digenggaman, selanjutnya menentukan dengan pasti aku mau jalan-jalan kemana saja. Hal ini aku lakukan untuk menentukan pemesanan kamar.

Hal pertama yang aku lakukan dalam merencanakan perjalanan adalah mencetak peta Britania Raya dan Irlandia Utara, bukan peta buta ya, karena aku perlu peta yang lengkap dengan letak kota-kota besarnya. Bagiku peta memberikan informasi awal untuk tahu seberapa jauh perjalanan yang harus aku tempuh dari satu kota ke kota lainnya di Inggris.

Sambil menimbang-nimbang pilihan kota-kota yang ingin aku sambangi, aku persiapkan dahulu 3 dokumen pribadi untuk diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh penterjemah tersumpah yang diakui oleh Kedutaan Besar Inggris, Worldnet misalnya. Biaya jasa menterjemahkan Akte Kelahiran, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) adalah 300 ribu rupiah dan jasa kurir pengantar 50 ribu rupiah.

Selanjutnya aku urus rekening koran tabungan jangka waktu tiga bulan ke belakang di bulan pengajuan visa, karena rekeningku di Bank Muamalat Indonesia maka aku hanya membayar 80 ribu rupiah untuk 8 lembar hasil printout-nya dan 50 ribu rupiah untuk surat referensi bank dalam bahasa Inggris. Cetak rekening koran diberikan di hari yang sama saat mengajukan sedangkan surat referensi bank harus menunggu hingga tiga hari kerja.

Yang nggak banyak mikir lagi cetak photo ID dengan latar belakang putih ukuran 3.5 cm x 4.5 cm sebanyak tiga lembar. Walaupun tidak terpakai tetap harus diberikan saat memberikan berkas. Biaya yang harus direlakan keluar dari saku kemeja adalah 25 ribu rupiah.

Setelah dokumen awal diatas termasuk printout tiket perjalanan sudah aku kumpulkan dalam satu clear folder, sekarang saatnya menatap printout peta Britania Raya yang aku tempel di pintu kulkas. Aku tatapi dengan penuh makna sambil menyeruput mie instan dalam gelas Styrofoam. Pilihan kota-kota akhirnya telah terputuskan dengan mantap, aku highlight kota-kota tersebut dengan stabilo warna supaya tidak berganti-ganti akibat kalah galau hati dan lupa lagi mau kemana saja. 

Tahun ini aku putuskan berkeliling Inggris, seorang diri seperti biasanya, selama 15 hari mulai dari London hingga Belfast.

Setelah mantap memutuskan kota-kota yang akan aku jelajahi, aku lanjut menentukan penginapan sekelas asrama, hostel misalnya, untukku nanti.

Menentukan hostel tidak begitu sulit menurutku karena mesin pencarian seperti Google sangat membantu memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan. Sekarang permasalahannya adalah pemesanan kamar di enam kota yang rencananya aku kunjungi seperti London, Cardiff, Birmingham, Liverpool, Edinburgh dan Belfast menyaratkan pembayaran dengan kartu kredit.

Nah, inilah awal kecemasanku karena tidak memiliki kartu kredit. Sekarang yang jadi masalahku adalah pembelian asuransi perjalanan AXA Mandiri (473.6 ribu rupiah) dan pemesanan hostel membutuhkan kartu kredit sedangkan aku tidak memilikinya sama sekali dan aplikasi Traveloka tidak memberikan pilihan bayar melalui transfer. Hanya satu hostel yang dapat aku bayar melalui aplikasi Traveloka, Hatters Hostel Liverpool sedangkan yang lainnya tidak bisa #menghela napas panjang sekali.

Nggak punya konfirmasi pesanan kamar, nggak bisa lanjut itu proses visa ke Inggris. Sejujurnya sungkan banget minjem kartu kredit orang lain tapi mau gimana lagi, aku belum kuat hati diteleponin penagih hutang yang super galak dan mbak/mas yang ganggu banget nawarin segala macam jasa nggak penting dan ngabisin duit lewat telepon. Belum lagi harus bayar biaya kepemilikan kartu kredit kayak membership fee tiap bulan sekitaran 250 ribu rupiah padahal di pakai cuma sekali setahun, nggak banget dah! Untungnya, Ibu Arsitek mengulurkan tangannya minjemin nomor kartu kreditnya dengan ikhlas karena iba ke aku. Lebih tepatnya mau minjemin bayarin lewat kartu kreditnya.

Oke, sekarang waktunya melakukan pemesanan online. Pertama, memesan one bed in 6-bed girl's dorm di Wombat's City Hostel selama 4 malam di London. Aku tambah bayar lagi untuk makan paginya yang dibandrol 5 GBP per morning sehingga total yang aku bayar adalah 121.5 GBP. Lanjut memesan another one bed in 8-bed female dorm Cardiff NosDa Hostel untuk dua malam seharga 29.8 GBP. Begitu juga dengan malam berikutnya, aku pesan dua malam selama di Birmingham seharga 34 GBP untuk a bed in 6-bed female dorm di Birmingham Central Backpackers. Hostel ini sudah memasukkan makan pagi dan kopi/teh sore kedalam harga bed per malam yang aku bayar.

Setelah Birmingham, kota selanjutnya adalah Liverpool. Hatters Hostel Liverpool merupakan satu-satunya hostel yang dapat aku bayar melalui aplikasi Traveloka. Harga sebuah kasur di kamar asrama perempuan berisikan 4 tempat tidur tingkat untuk dua malam tanpa makan pagi di hostel tersebut adalah 864 ribu rupiah. Mahal sekali kan?

Begitu pun harga di Kick Ass Edinburgh. Tiga malam untuk one bed in non-breakfast 8-bed female dorm adalah 40.5 GBP. Setelah itu aku rencana terbang ke Belfast setelah check out dari Edinburgh. Hostel yang banyak direkomendasikan adalah Arnies Backpackers di Belfast. Sayangnya tidak ada pilihan female dorm dan hanya ada 4-bed open mixed dorm. Satu tempat tidur untuk dua malam harganya adalah 34.24 GBP dan perlu bayar tambahan 1.5 EUR karena memesan secara online. 

Sungguh kaget aku saat melihat harga one bed in bunk-bed female dorm di semua hostel yang aku pesan karena nyata, London dan 5 kota lainnya di Inggris yang akan aku kunjungi merupakan kota-kota dengan standar biaya hidup relatif tinggi. Harga-harga tersebut bagi orang dewasa berpenghasilan tetap dari negara berkembang adalah mahal sekali tetapi harga diatas sebenarnya merupakan harga yang murah dan terjangkau bagi kalangan mahasiswa biasa dari negara-negara maju, Inggris salah satunya. Sedih nggak sih mengetahui kenyataan ini? Bayangkan ketimpangan daya beli antara aku dan para mahasiswa Inggris itu.

Sudah selesai dengan pemesanan kamar, aku cetak semua konfirmasi pemesanan penginapan yang sudah aku lakukan dan satukan didalam clear folder tempat mengumpulkan ragam dokumen syarat permohonan visa.

Hanya pembayaran Arnies Backpackers dan Birmingham Central Backpackers yang dapat dilakukan saat check in nanti sedangkan hostel-hostel lainnya sudah langsung memotong dana kartu kredit temanku untuk membayar biaya penginapan secara penuh seperti Wombat's City Hostel, Cardiff Nosda Hostel dan Kick Ass Edinburgh.

Beberapa hari kemudian, tagihan awal sudah muncul dan tentunya aku secepatnya bayar kartu kredit temanku itu di Bank Danamon. Total tagihan pertama yang harus aku lunasi untuk asuransi perjalanan, hostel di Cardiff dan Edinburgh, biaya online booking di Arnies Backpackers serta biaya admin Bank Danamon sebanyak 35 ribu rupiah adalah hampir 2 juta rupiah. Cukup banyak ya. 

Pada lembar tagihan kartu kredit temanku itu terlihat nilai tukar rupiah terhadap pound sterling terus melemah alias nilai tukar 1 GBP selalu menguat dan naik tiap harinya, nggak pernah turun. Hari Kamis 1 GBP dihargai IDR 19,953.73 dan besoknya dihargai IDR 19,966.85 oleh Bank Danamon, sedih nggak sih? Sedih. Saat itu sempat berdoa supaya nilai tukarnya pada tagihan bulan berikutnya nggak bikin keringat dingin.

Selesai urusan hostel sekarang lanjut ke moda transportasi darat dan udara untuk menjangkau kota-kota di bagian England, Wales, Scotland dan Northern Ireland. Sebagian besar dapat dijangkau dengan kereta api tapi untuk ke Belfast harus dengan pesawat terbang.

Kembali minta ijin bayar melalui kartu kredit kawanku itu karena low cost carrier Easy Jet tidak dapat aku bayar dengan kartu debit. Ada dua pilihan sebenarnya untuk budget airline options namun para pelancong yang sudah melakukan perjalanan dari Edinburgh ke Belfast kemudian dari sana ke London menyarankan Easy Jet dibanding Flybe saat memilih maskapai murah. Masing-masing tiket aku bayar diharga GBP 74.83 dan GBP 67.02 sudah termasuk membeli kursi dan checked baggage 23 Kg.

Keesokan paginya, aku minta bantuan lagi untuk beli tiket kereta antar kota dengan kartu kredit kawanku itu. Total pembelian melalui aplikasi trainline.com adalah GBP 76.7, harga ini bahkan lebih mahal dari harga tiket pesawat satu kali perjalanan yang kemarin aku beli. Tapi jumlah ini kan mencakup 4 kali perjalanan dengan kereta, booking fee dan biaya international post GBP 10. Ini merupakan pembelian yang membuat aku harap-harap cemas karena bukankah seharusnya aku memesan kereta langsung saja ke nationalrail.co.uk. Nyesel nggak baca lagi dengan seksama pesan melalui Facebook Messenger dari kawanku yang orang Inggris itu. Mulailah kekhawatiran yang tak perlu menghantuiku. Belum lagi aku baru sadar kalau ternyata aku lupa mencantumkan "Jakarta" pada alamat penerima. Sungguh aku merasa bodoh. Alhasil, aku begitu giat berdoa kepada Allah Yang Kuasa Memudahkan Segala Urusan agar tiket kereta asli dan valid dapat dipergunakan nanti di Inggris selamat sampai ke tanganku satu minggu setelah membayar.

Selang satu minggu, aku terima pos dari trainline tapi ternyata hanya satu tiket perjalanan saja ke Edinburgh sedangkan tiga tiket perjalanan yang lainnya harus diambil di stasiun di London dan harus membawa kartu kredit asli. Sejujurnya, ini membuat diriku resah. 

Aku hibur diriku agar tidak perlu khawatir, seharusnya aplikasi itu dapat dipercaya karena saat konfirmasi pembayaran saja, setidaknya ada tiga pertanyaan keamanan yang harus dijawab dengan tepat oleh pemilik kartu sebelum akhirnya kartu dapat digunakan untuk membayar.

Sudahlah, untuk sementara tidak perlu memusingkan hal demikian. Lanjut aku mulai mengumpulkan informasi bagaimana mengisi aplikasi visa kunjungan wisata ke Inggris secara online dan bagaimana prosedur pengurusannya. Tidak lupa juga cek apakah diperlukan visa transit bandara di Amsterdam. Untungnya pemegang visa Inggris tidak perlu mengurus visa transit bandara di Belanda. Bayangkan kalau harus keluar uang lagi sebesar 60 euro diluar jasa VFS padahal cuma numpang lewat pindah pesawat doang dalam hitungan menit di Amsterdam Airport Schipol. Masak iya harus juga bayar visa transit di bandara, pengeluaran merugikan macam apa ini?!

Aku putuskan lebih baik mulai mengisi formulir pengajuan visa secara online saja daripada membuang-buang waktu. Nggak nyangka banget saat mengisi formulir, ditanyakan keadaan keuangan dengan sangat rinci dan mendalam. Aku ampe mikir, ini mau ngajuin visa turis apa ngajuin kredit tanpa agunan ke bank konvensional? 

Tidak hanya penghasilan per bulan yang harus dijawab tetapi juga seberapa banyak pengeluaran rutin, termasuk apakah memiliki tanggungan dan cicilan KPR, setiap bulannya. Disitulah aku baru sadar, betapa aku sangat bersyukur atas status perawan lajang-ku yang selalu ditangisi mamahku itu ha ha ha. Lagi pula, tidak mungkin aku berbohong akan keadaan keuanganku karena salah satu dokumen yang harus dilampirkan adalah payroll slip tiga bulan terbaru. Payroll slip dan rekening koran milikku mencerminkan apakah aku menangani keuanganku dengan baik dan apakah aku dibebani oleh tanggungan.

Setelah selesai mengisi isian di formulir secara online, aku mendapati diriku mendapat suatu ketidakberuntungan di petang hari Jumat itu. Aku terserang kepanikan selanjutnya, yaitu jadwal temu di website tidak juga bisa diklik. Akhirnya nangis-nangis nggak rela karena harus keluar uang 2.25 juta rupiah di hari Senin untuk bayar jasa Dwidaya Tour bantu buat visa karena apes pas klik jadwal waktu temu di website resmi pemerintah Inggris nggak bisa-bisa. Lara ku tergores perih kalau ingat tiga jam yang terbuang percuma mengisi formulir pengajuan visa kunjungan wisata secara online waktu itu karena saat di counter Dwidaya Tour, 10 lembar formulir hasil kesabaran mengisi secara online itu diacuhkan mentah-mentah. Alih-alih aku harus tetap isi formulir manual milik Dwidaya Tour dari awal lagi yang tentunya berbaris-baris banyak juga. Why on earth I have to rewrite things I printed from the form? Gagal paham mereka nggak mau salin semua informasi yang tertera di formulir. Kenapa juga harus tulis tangan lagi semua informasi yang sebenarnya sudah tersedia di formulir? Sakit hati lah dinda, buang-buang waktu nggak sih?

Sungguh aku tidak mengerti kenapa di komputerku saja jadwal temu tidak dapat diklik karena selang dua hari aku isi formulir di counter Dwidaya Tour, hari dan waktu temu perekaman sidik jari di VFS sudah tersedia.

Senin pagi di minggu ketiga bulan September, perekaman sidik jariku selesai. Kurang dari sepuluh hari kerja efektif setelahnya, pihak Dwidaya Tour memberitahukanku kalau visa kunjungan wisataku ke Inggris sudah disejutui dan paspor asli dapat aku ambil kembali di counter mereka.

Selanjutnya, yang perlu aku lakukan sekarang adalah membuat rincian kegiatan apa saja yang akan aku lakukan setiap harinya selama di Inggris nanti. 

Comments

Popular Posts